Sabtu, 20 Desember 2014

Stadion Lakidende dan Riwayatmu Kini

Ilustrasi : Lapangan sepak bola yang baik. foto : Istimewa 
JUDUL sebuah berita mengusik perhatian saya. Di tengah riuhnya politik Sultra, Stadion Lakidende di Kota Kendari diberitakan tidak terurus. Judul itu seperti ingin mengatakan stadion Lakidende itu tidak cukup kuat lagi untuk dibanggakan. Pikiran saya  menerawan ke belakang, tahun 1996-1997, atau  ketika stadion ini penuh sesaak saat saat sepakbola di bumi Anoa ini lagi hangat-hangatnya dibicarakan.

          Waktu itu Persatuan Sepakbola Kendari masih berkutat di level Divisi II. Sangat berat rasanya naik ke Divisi I PSSI apalagi berlaga di Divisi Utama. Kepengurusan Pengda PSSI Sultra saat itu sudah 10 tahun tak berganti-ganti. Ketuanya  terus saja dipegang Tumbo Saranani. Ketua tak diganti-ganti, kegiatan pun tidak ada. Stadion Lakidende hanya banyak dipakai untuk kegiatan nonsepakbola.

          Di balik itu sejumlah pejabat Pemkot Kendari yang juga pemerhati bola seperti gatal ingin agar sepakbola di Kendari menggeliat juga seperti daerah lain. Waktu itu pula menjelang bergulirnya kompetisi Divisi II Wilayah Sultra. Wilayah Sultra itu mencakup tim divisi II seperti Persatuan Sepakbola Kendari (kini namanya Kendari Utama), Persimuna Muna, Gasko Kolaka, PS Unaaha, PS Buton, dll.  Masa itu tim sepakbola  yang terbaik yang sering kita dengar dan aktif berlatih hanyalah klub-klub di bawah naungan Pengcab PSSI Kendari. Misalnya PU Putra, PSAL Kendari, dan sebagian lagi dari   Kolaka dan Unaaha.

          Sejumlah  pemerhati bola tau bahwa tanpa  disupport dari belakang, tim PS Kendari tak bakal bisa diandalkan lolos ke Divisi I. Berbagai  diskusi pun dilakukan di Kendari. Ada namanya ”Diskusi  Berkala Menuju Divisi I PSSI”. Saya bersama  Anwar Hamzah, Amran Yunus, Suheddang Asdan, Hasanuddin Hans,  Haji Anwar (pelatih Galanita Kendari) pontang panting mencarikan dana agar diskusi bisa berjalan terus.

          Beberapa kali diskusi berkala akhirnya diketahui berbagai masalah sepakbola Kendari dan Sultra. Satu kata waktu itu:  Harus ada restrukturisasi pengurus Perserikatan Kota Kendari.  Hasilnya, perserikatan mengembalikan PS Kendari  kepada pemda Kota kendari. Masyhur Masi Abunawas selaku walikota saat itu menyambut baik ide restrukturisasi. Dia kemudian menjadi Ketua Umum PS Kendari. Selanjutnya, Ketua Bappeda Buhari Matta dipilih menjadi Ketua Harian PS Kendari. Mujahid dan saya dusulkan sebagai Sekretaris.

          Lalu apa selanjutnya? Tunjuk pelatih, kemudian diumumkan  di koran akan adanya seleksi pemain untuk menjadi skuad  PS Kendari. Beruntung waktu itu saya masih di Koran Media Kita (kini Kendari Pos), sehingga saya bisa ikut  membantu dan membuat rubrik interaktif, misalnya share apa julukan  yang pas buat PS Kendari. Macam-macam yang masuk melalui  SMS dan surat. Ada yang menyebut sebaiknya  julukan PS Kendari adalah ”Pasukan Anoa” , ada juga mengusulkan ”Laskar Anoa” dll. Yang jadi ikon akhirnya ”Pasukan Anoa.” Tentu julukan ini sekarang gak dipakai lagi karena perkembangan dan perubahan begitu cepat terjadi.

          Untuk meramaikan sepakbola ini, koran sangat berperan. Media Kita waktu itu menjadi satu-satunya koran yang ikut habis-habisan mensupport PS Kendari.  Sementara, agar sepakbola lebih dekat dengan masyarakat, seleksi pemain dan latihan harus dilakukan di Stadion Lakidende. Akhirnya ramai, stadion sebanggaan warga Sultra itu pun mulai dibenahi, lalu lambat laun  warga Kendari sabang sore datang melihat persiapan PS Kendari yang akan berlaga di Divisi II PSSI Wilayah Sultra. Lampu mercuri di stadion itu yang tadinya jarang terpakai sudah bisa menyala lagi.

          Eksebisi  atau ujicoba pun seminggu sekali dilakukan. PS Kendari  dengan julukan ”Pasukan Anoa” seperti mulai menemukan jati dirinya. Lawan PSAL kita menang, lawan tim dari  TNI Zipur kita juga menang, tapi lawan  PSM Makassar atau tim Liga Indonesia kita kalah. Tapi bukan itu yang dikejar segenap pengurus. Mereka ingin agar sepakbola Sultra begairah lagi setelah Pengda PSSI stagnan 10 tahun.

          Tapi kalau sekarang Stadion Lakidende Kendari tak terurus lagi, rasanya kita mau menangis. Memang, biasanya, riuhnya stadion sepakbola berbanding paralel dengan prestasi sepakbola sebuah daerah.  Dengan tak terurusnya Lakidende, maka bisa diindikasikan sepakbola daerah ini lagi stagnan. Sepakbola  ramai, maka stadion pun akan ramai.

Judul berita itu seperti ingin mengatakan mana pengurus daerah KONI, mana pengasuh Pengda PSSI Sultra?  Yang lebih membuat miris lagi, belum ada anggaran yang diusulkan ke DPRD Sultra untuk pemiliharaan dan perbaikan stadion Lakidende itu.  Saya pun makin miris karena ternyata pra PON sepakbola 2011 gagal dihelat di Lakidende  karena tak memenuhi syarat.

Ternyata ketua Pengda PSSI itu adalah wakil ketua DPRD. Kalau demikian, apa kerjanya sang ketua itu? Ketua Pengda PSSI sekaligus wakil ketua DPRD seperti tidak cukup untuk membantu adanya alokasi anggaran untuk pemeliharaan dan perbaikan stadion  itu.

          Jadi ingat ketika Pengda PSSI seluruh Indonesia terlibat  pro kontra tentang pemilihan ketua umum PSSI. Pengda PSSI Sultra ikut ambil bagian dalam konflik PSSI itu, Bersama dengan Pengda PSSI lainnya, Sultra memberikan kontribusinya juga untuk pemasangan iklan di sebuah media cetak nasional. Banyak uang untuk memenangkan konflik, tapi kehabisan anggaran ketika harus membantu memperbaiki stadion sendiri.

          Tapi Sabaruddin Labamba mungkin tidak tahu kalau stadion butuh uluran tangan petinggi PSSI Sultra dan para pemangku jabatan di legislatif. Dinas olahraga Sultra yang menaungi berbagai pasilitas olahraga di wilayahnya belum tergerak lagi untuk menyelamatkan stadion bersejarah itu. Tidak adakah, sedikit saja, sang wakil ketua DPRD yang nota bene Ketua Pengda PSSI Sultra berusaha menggolkan anggaran pemeliharaan fasilitas olahraga di sana?

          Labamba adalah kader PAN, dan Gubernur Sultra, Nur Alam, juga adalah kader PAN, sebenarnya sudah klop jika keduanya memang ingin menggairahkan kembali Stadion  Lakidende. Demi kepentingan prestasi, anggaran untuk itu sangat bisa digelontorkan. Toh yang nanti menikmati hasilnya adalah masyarakat Sultra atas kepedulian para pemimpin daerah.

          Atau, jika tidak, berikan kesempatan kepada Dinas Olahraga Sultra atau Dinas Olahraga Kota Kendari untuk mengurusnya. Beri akses yang besar untuk menggunakan cara-cara terbaik agar bisa berkreasi mengelola stadion itu dengan beberapa catatan. Di sisi lain, dan tak kalah penting, segenap pengurus sepakbola di tingkatan apapun, mestinya menjadikan Stadion Lakidende sebagai markas PS Kendari. Satu dua ruangan di sana bisa disulap untuk dijadikan pusat aktivitas sepakbola.

         Demi sepakbola, jangan takut injak rumput stadion. Tapi kalau untuk kepentingan kampanye, konser, dan semacamnya kuatlah untuk menolak. Prioritaskan sepakbola dulu baru kemudian acara lain-lain. Kalau ada acara istighosah di sana, titiplah doa agar didoakan semoga  Stadion Lakidende bisa kembali menjadi kebanggaan masyarakat Kendari dan Sultra. Itu saja. (Syahrir Lantoni).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar